Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja, yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation). Faktor kemampuan secara psykologis, kemampuan (ability) pegawai
terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya pegawai yang
memiliki potensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Faktor Motivasi terbentuk dari
sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai
tujuan organisasi.
Kinerja menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan yang
menunjukkan akuntabilitas lembaga pelayanan dalam kerangka tata pemerintahan yang
baik (good governance). Dalam pelayanan kesehatan, berbagai jenjang pelayanan
dan asuhan pasien (patient care) merupakan bisnis utama, serta pelayanan
keperawatan merupakan mainstream sepanjang kontinum asuhan. Upaya untuk
memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis pada umumnya dimulai oleh perawat
melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti: gugus kendali m utu, penerapan
standar keperawatan, pendekatan¬pendekatan pemecahan masalah, maupun audit
keperawatan.
Terkait dengan istilah dan pengertian kinerja, beberapa
referensi menyebutkan berbagai pengertian yang dimaksud. Menurut Sedarmayanti
(2004), kinerja adalah pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh
tugas yang dibebankan kepadanya. Standar kerja mencerminkan keluaran normal
dari seorang karyawan yang berprestasi rata-rata, dan bekerja pada
kecepatan/kondisi normal. Sementara Noe berpendapat bahwa kinerja karyawan
merupakan tujuan akhir dan merupakan cara bagi manajer untuk memastikan bahwa
aktivitas karyawan dan output yang
dihasilkan kongruen dengan tujuan organisasi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
antara lain faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara
psikologis faktor kemampuan terdiri dari kemampuan pontensial (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya seseorang yang memiliki IQ di
atas rata-rata (110-120) apalagi superior dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, akan lebih mudah mencapai
kinerja maksimal. Faktor motivasi, motivasi merupakan suatu sikap seseorang
terhadap situasi kerja dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif
terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya
jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjuk motivasi
kerja yang rendah. Setuasi kerja yang dimaksud seperti hubungan kerja,
fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan dan pimpinan.
Misalnya, terkait dengan kinerja perawat, khususnya dalam
menghadapi berbagai tantangan profesinya, kesiapan dan kemampuan perawat
dituntut untuk selalu ditingkatkan. Kualitas sumberdaya perawat sangat
menentukan tingkat keberhasilan pelayanan suatu organisasi pelayanan kesehatan.
Menurut Depkes RI (2000), sistem Penilaian Kinerja Pegawai di
Puskesmas adalah penilaian sistematik tentang prestsi kerja, disiplin dan
potensi pegawai yang dilaksanakan oleh atasan langsung pada bawahannya.
Menurut Berwick (2001), mata rantai terdepan yang perlu
diperhatikan dalam perbaikan mutu dan kinerja pelayanan kesehatan adalah
pengalaman pasien dan masyarakat terhadap pelayanan yang mereka terima.
Sementara menurut WHO (2002), pengembangan Manajemen Kinerja merupakan
pendekatan perbaikan proses pada sistem mikro yang mendukung dan meningkatkan
kompetensi klinis perawat dan bidan untuk bekerja secara profesional dengan
memperhatikan etika, tata nilai, dan aspek legal dalam pelayanan kesehatan. Hal
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja klinis perawat dan bidan melalui
kejelasan definisi peran dan fungsi perawat atau bidan, pengembangan profesi,
dan pembelajaran bersama.
Terdapat empat dimensi tolak ukur kinerja yaitu :
1. Kualitas, yaitu; tingkat kesalahan, kerusakan dan kecermatan.
2. Kuantitas, yaitu; jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu; tingkat ketidak hadiran,
keterlambatan, dan waktu kerja efektif/jam kerja hilang.
4. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja.
Sementara Parasuraman et al. (1994), berpendapat bahwa beberapa
tolak ukur kinerja dalam dimensi kualitas pelayanan, antara lain :
1. Kehandalan (reliability), terdiri dari kemampuan karyawan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan segera.
2. Daya tanggap (responsiveness), keinginan karyawan untuk membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan
kejujuran yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya dan resiko.
4. Empati (emphaty), meliputi kemudahan karyawan dalam melakukan
hubungan, komunikasi,
dan memahami kebutuhan pelanggan.
5. Keberwujudan (tangibles), meliputi fasilitas fisik, peralatan,
dan penampilan karyawan.
DAFTAR
PUSTAKA
Pohan,I.S.2007. Jaminan mutu layanan kesehatan: Dasar-dasar pengertian dan penerapan.
EGC
WHO. 2002. Implementasi Sistem pengembangan Manajemen Kinerja Klinik untuk Perawat
dan Bidan di Rumah Sakit dan Puskesmas. WHOSEA-Nurs-429, Mei. 2002
Parasuraman. A,et al. 1994. Alternative scales for measuring service
quality; A Comparative assessment based on
psychometric and diagnostic criteria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar