a. Tipe surveilans
i.
Surveilan
Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius,
misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans
individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap
kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina
merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang
atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit
menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi
penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001). Isolasi
institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS.
Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial.
Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit
menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak
terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif,
berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.
Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak,
sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan
pada pos tertentu dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja. Dewasa ini karantina
diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika,
moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas
langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat
ii.
Surveilans
Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit
dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans
penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak negara, pendekatan
surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah).
Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari
sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang
tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan
biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel
antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan memberikan
informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
iii.
Surveilans
laboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan
melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral
untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit
dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan
sindroma dari klinik-klinik
iv.
Surveilans
Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan
masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi
indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati
sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati
indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala,
tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber,
sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit. Surveilans
sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional.
Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan
kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang
mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter
di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan
skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk 4 atau
sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah
kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang
teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor
krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006). Suatu
sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas
kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut
surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel
merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas
v.
Surveilans
Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan
semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/
kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu
menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi
mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit.
Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan
kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu . Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1)
Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services); (2)
Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional,
bukan struktural; (4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni,
pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung
surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,
manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian
penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap
memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda
vi.
Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi
manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi
lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara
berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya
epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang
terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti,
pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka
penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang
muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru
muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda
surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk
pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi
pertahanan keamanan dan ekonomi
Daftar
Pustaka
Rajah. Wahyudi, 2009.”Buku Ajar Epidemilogi Untuk Mahasiswa Kebidanan.” Jakarta :ECG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar